Persilangan Jagung


Tanaman jagung merupakan tumbuhan semusim (annual). Susunan tubuhnya (morfologi) terdiri dari akar, batang, daun bunga dan buah. Perakaran tanaman jagung terdiri dari akar utama, akar cabang, akar lateral, dan akar rambut. Sistem perakaran serabut yang berfungsi sebagai alat untuk menghisap air serta garam-garam yang terdapat dalam tanah, berupa mineral-mineral senyawa kimia yang mengeluarkan zat organic dari tanah dan alat pernafasan. Batang jagung beruas-ruas (berbuku-buku) dengan jumlah ruas bervariasi antara 10-40 ruas. Tanaman jagung tidak bercabang. Panjang bantangh jagung berkisar antara 60-300 cm (Rukmana, 1997).

Faktor-faktor yang paling penting dalam penanaman jajgung antara lain sinar matahari, air, hujan dan angin. Air yang memadai di daerah areal sekitar pertanian yang cukup akan membantu biji, bunga, dan buah dalam proses pertumbuhan dan disertai hujan yang relative optiamal. Keberadaan angin juga sangat penting didalam membantu penyerbukan. Temperature untuk jagung berkisar antara 23-27 0C (Allard, 1992).

Perbaikan Sifat genetik dan agronomik tanaman dapat dilakukan melalui pemuliaan. Secara konvensional, perbaikan sifat dilakukan dengan persilangan antarspesies, varietas, genera atau kerabat yang memiliki sifat yang diinginkan. Persilangan dapat diterapkan pada tanaman berbunga, berbuah, berbiji dan berkembang untuk melanjutkan keturunannya. Untuk tanaman yang tidak dapat diperbaki melalui persilangan, perbaikan sifat diupayakan dengan cara lain, di antaranya mutasi induksi yang disebut pula mutasi buatan atau imbas. Perubahan sifat karena pengaruh alam disebut mutasi spontan (Broertjes and Van Harten, 1988).

Xenia merupakan gejala genetik berupa pengaruh langsung serbuk sari (pollen) pada fenotipe biji dan buah yang dihasilkan tetua betina. Pada kajian pewarisan sifat, ekspresi dari gen yang dibawa tetua jantan dan tetua betina diasumsikan baru diekspresikan pada generasi berikutnya. Dengan adanya xenia, ekspresi gen yang dibawa tetua jantan secara dini sudah diekspresikan pada organ tetua betina (buah) atau generasi berikut selagi masih belum mandiri (embrio dan/atau endospermia). Xenia yang mempengaruhi fenotipe buah juga disebut metaxenia. Xenia bukanlah penyimpangan dari Hukum Pewarisan Mendel, melainkan konsekuensi langsung dari pembuahan berganda (double fertilisation) yang terjadi pada tumbuhan berbunga dan proses perkembangan embrio tumbuhan hingga biji masak. Embrio dan endospermia merupakan hasil penyatuan dua gamet (jantan dan betina) dan pada tahap perkembangan embrio sejumlah gen pada embrio dan endospermia berekspresi dan mempengaruhi penampilan biji, bulir, atau buah. Beberapa alasan diajukan untuk menjelaskan mekanisme gejala ini, antara lain: teori dosis alel; Imprinting, sebuah mekanisme yang mengatur ekspresi gen; Transposon, urutan DNA yang dapat bergerak ke posisi yang berbeda dalam genom dari satu sel ke sel lain yang menyebabkan terjadinya mutasi; dan paramutasi (Denney, 1992).

Xenia telah dimanfaatkan sebagai teknologi untuk menghasilkan butir jagung dengan kadar minyak tinggi. Selain itu efek xenia ini juga dapat digunakan untuk menigkatkan kadar protein dalam biji jagung. Efek xenia dapat diartikan sebagai efek pollen dari tetua jantan dari persilangan jantan dengan betina yang berkembang pada biji (Bullant dan Gallais, 1998).